Proses persidangan yang menjerat seorang jenderal polisi Bernama Ferdy Sambo sudah menjadi konsumsi publik dan menjadi perbincangan di semua tingkat sosial masyarakat. Bapak-bapak ojek online yang nongkrong sambil menunggu pemesan sangat antusias menonton tayangan youtube yang menampilkan proses persidangan. Emak-emak arisan pun tidak akan mau terlewat setiap detik persidangan yang bagi mereka inilah sinetron yang nyata. Drama dari kehidupan nyata bukan karangan dari sutradara dengan cerita tembak-menembak ini. Semua tokoh punya gaya peran masing-masing yang membuat emosi penonton meletup-letup. Semua yang menyaksikan meskipun sebagai penonton yang tidak duduk di ruang sidang, turut larut merasakan apa yang diperankan oleh tokoh-tokoh di persidangan. Pada akhirnya, ketika nanti mendekati babak akhir persidangan, orang-orang mungkin akan bertanya, apa yang akan terjadi pada Ferdy Sambo jika alur ceritanya adalah benar terbukti bersalah.
Dakwaan Jaksa Terhadap Ferdy Sambo
Kejadian pembunuhan yang
mengakibatkan meninggalnya seorang ajudan polisi yang disebut Brigadir Josua
menyita perhatian publik. Masih dilakukan pembuktian yang sedang dilakukan oleh
Hakim di persidangan pada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan bahwa kematian Brigadir
Josua dilakukan secara berencana oleh Ferdy Sambo yang merupakan atasan dari Brigadir
Josua itu sendiri. Ferdy Sambo memberikan perintah kepada Richard Eliezer
sebagai eksekutor untuk menembak Brigadir Josua. Hal ini disebabkan karena Ferdy
Sambo tidak terima perlakuan Brigadir Josua terhadap istrinya.
Dalam persidangan, Jaksa
membacakan surat dakwaan terhadap Ferdy Sambo terkait perintahnya membunuh Brigadir
Josua. Dalam surat dakwaan tersebut, Jaksa mengungkap detik-detik penembakan Brigadir
Josua yang terjadi di rumah dinas Ferdy Sambo yang berada di Kompleks Polri
Duren Tiga, Jakarta Selatan pada hari Jumat 08 Agustus 2022. Secara singkat
seperti inilah kira-kira, di rumah dinas tersebut Ferdy Sambo memegang leher
belakang Brigadir Josua lalu mendorongnya ke depan dan Ferdy Sambo
memerintahkan kepada Brigadir Josua untuk jongkok. Brigadir Josua pun bingung namun
tetap menuruti perintah Ferdy Sambo. Kemudian Ferdy Sambo memerintahkan Richard
Eliezer yang berada di sampingnya untuk menembak brigadier J. Atas perintah
tersebut kemudian Richard Eliezer menembakkan senjata api miliknya sebanyak 3
atau 4 kali hingga Brigadir Josua terjatuh dan terkapar namun belum meninggal.
Mengetahui hal itu, Ferdy Sambo lantas menembakkan pistol kebagian belakang
kepala Brigadir Josua hingga ia dipastikan tewas tak bernyawa.
Melihat pada kronologi
kejadian tersebut, jaksa menilai bahwa perbuatan yang dilakukan Ferdy Sambo
adalah perbuatan pembunuhan berencana dan dijerat Pasal 340 subsider Pasal 338
Juncto Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP ancaman pidana maksimal hukuman mati, penjara
seumur hidup, atau penjara selama-lamanya 20 tahun. Jadi ada tiga kemungkinan
dari ancaman pidana yang akan diterima Ferdy Sambo jika terbukti bersalah
diantaranya hukuman mati, penjara seumur hidup, atau penjara dengan waktu
tertentu.
Mengulas Kategori Penjara
Dalam hukum di Indonesia,
pemenjaraan diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Pemasyarakatan dibawah
naungan Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia. Penjara adalah fasilitas
negara yang merupakan tempat bagi seseorang untuk ditahan secara paksa dan
lepas dari kebebasan apapun di bawah otoritas negara. Pemasyarakatan sebagai
penyelenggara pemenjaraan memiliki sistem dan menyebut penjara sebagai Lembaga
Pemsyarakatan. Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) menjadi institusi bagi narapidana
yang kemudian disebut sebagai warga binaan pemasyarakatan untuk menjalani pembinaan.
Sistem pemasyarakatan bertujuan agar warga binaan atau narapidana menyadari
kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana. Kemudian pada
tahun 2018 Kementerian Hukum dan HAM mulai mencanangkan Revitalisasi
Penyelenggaraan Pemasyarakatan untuk meningkatkan fungsi pembinaan narapidana
dalam mendorong perubahan perilaku dan penurunan tingkat risiko narapidana
sehingga Lapas saat ini dibedakan penyelenggaraan pembinaannya dengan beberapa klasifikasi.
1.
Lapas Super Maximum Security
Di
Lapas ini dipergunakan untuk menempatkan narapidana berisiko tinggi yang
membahayakan keamanan negara dan atau membahayakan keselamatan masyarakat.
Narapidana akan ditempatkan terpisah secara individual, sikap dan perilakunya
diamati dan dicatat kesehariannya melalui observasi dari CCTV, dan diwawancara
dengan pengamanan tinggi serta pembatasan interaksi dengan narapidana lain
ataupun petugas.
Lapas
dengan kategori Super Maximum Security ini contohnya Lapas-Lapas yang
berada di Pulau Nusakambangan.
2.
Lapas Maximum Security
Lapas
dengan kategori maximum security ditempat oleh narapidana secara kelompok
terbatas berdasarkan penelitian kemasyarakatan yang dilakukan oleh petugas
pembimbing kemasyarakatan dengan memperhatikan risiko pengulangan tindak
pidana, risiko keselamatan dan keamanan, setiap kegiatan narapidana di
observasi dan dicatat setiap hari, dilakukan wawancara dalam lingkungan komunal
yang terbatas. Pembinaan dilakukan dalam lingkungan komunal yang terbatas.
3.
Lapas Medium Security
Lapas
kategori ini merupakan lapas untuk narapidana yang menunjukkan perubahan sikap
dan perilaku serta adanya penurunan risiko sesuai hasil asesmen dan litmas yang
dilakukan petugas pembimbing kemasyarakatan. Narapidana akan ditempatkan secara
berkelompok pada blok hunian dengan memperhatikan risiko pengulangan tindak
pidana, risiko keselamatan dan keamanan, jenis kelamin, dan diberikan pembinaan
melalui pendidikan dan pelatihan, narapidana masih diamati dan dicatat
perilakunya setiap hari.
4.
Lapas Minimum Security
Lapas
dengan tingkat keamanan minimum ini diselenggarakan bagi narapidana yang
menunjukkan perubahan sikap dan perilaku, peningkatan kompetensi dan kemampuan
diri, pembinaan diberikan dalam bentuk asimilasi dan pemberian program
integrasi. Sikap dan perilakunya tetap diobservasi dan diamati setiap hari.
Berdasarkan karakteristik
setiap klasifikasi Lapas diatas, seorang narapidana akan dilakukan asesmen
untuk menempatkannya sesuai tingkat risiko dan kebutuhan. Beberapa indikator
penilaian untuk menempatkan narapidana terdiri atas dimensi risiko keamanan,
risiko keselamatan, risiko stabilitas, risiko sosial masyarakat. Disamping itu,
lama pidana dan jenis tindak pidana juga menjadi tolak ukur penilaian.
Dengan melihat dakwaan
atas perbuatan pidana yang dilakukan oleh Ferdy Sambo dan ancaman pidana
penjara yang lama, apakah Ferdy Sambo ditempatkan di Lapas secara individu atau
berkelompok, atau dapat berintegrasi dengan masyarakat ya?
0 comments:
Posting Komentar